Minahasa Utara - Kerinduan masyarakat khususnya para difabel untuk mendapat perlakuan khusus dari pemerintah akhirnya terjawab.
Keberpihakan pemerintah maupun DPRD bagi kaum penyandang Disabilitas akhirnya dijawab dengan menerbitkan peraturan daerah (perda) nomor 8 tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas.
Namun dibalik keberhasilan itu, ada jalan panjang dan perjuangan sehingga produk hukum daerah tersebut diterima dan ditetapkan.
Jalan panjang itupun dikisahkan Allan Umboh bersama rekan-rekannya penyandang Disabilitas.
Allan yang adalah aktifis, praktisi sekaligus bagian dari para penyandang disabilitas menjelaskan bagaimana proses yang tak mudah sehingga lahirnya perda tersebut.
Perda disabilitas yang kini sedang gencar disosialisasikan para Anggota DPRD Sulut itu, baru berhasil dimasukkan pada periode anggota dewan masa kepemimpinan Ketua DPRD Sulut, Fransiscus Andi Silangen dan ditetapkan di akhir tahun 2021.
“Saya sebagai penyandang disabilitas bersyukur karena di penghujung akhir tahun 2021 apa yang menjadi mimpi dari rekan-rekan disabilitas di Sulut telah terpenuhi dengan lahirnya perda nomor 8 tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas,” ungkap Allan saat diwawancarai usai menjadi pembicara dalam sosialisasi perda Sulut Nomor 8 Tahun 2021, Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas dan Perda Sulut Nomor 9 Tahun 2021, Tentang Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin, Rabu (26/1), yang digelar Anggota DPRD Sulut Melky Jakhin Pangemanan (MJP), di Desa Treman, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara (Minut).
Menurut Allan, di periode anggota dewan sebelumnya, rekan-rekannya beberapa kali datang ke DPRD Sulut untuk membicarakan terkait perda ini namun tidak pernah kesampaian.
Dirinya bersyukur pertama kali membicarakan perda ini dengan MJP, sangat direspon positif. MJP kemudian mengawal usulan tersebut supaya bisa diketuk menjadi perda.
“Perjuangan ini cukup panjang, pernah teman-teman yang pernah menyuarakan perda ini tapi mungkin belum direspon para anggota dewan waktu itu. Puji Tuhan di awal-awal bro Melky jadi anggota dewan teman-teman disabilitas meminta tolong kepada saya mempertemukan dengan bro Melky. Dan puji Tuhan impian dari teman-teman direspon secara serius oleh bro Melky,” urai Allan.
Perda ini baginya begitu istimewa. Hal itu karena selesai dengan sangat cepat. Padahal banyak perda yang lain juga sedang digodok di DPRD Sulut.
“Saya salut perda ini dibahas dalam jangka waktu satu tahun. Ada perda-perda yang lain termasuk perda pendidikan yang sudah dibahas tiga tahun lalu sampai saat ini belum selesai. Ini menunjukkan keseriusan dari anggota dewan kita (membahas perda disabilitas, red),” ujarnya.
Diungkapkan Allan, dalam proses penyelesaian perda tersebut, MJP adalah tokoh yang menjadi ujung tombak. Melky disebutnya merupakan anggota dewan yang ngotot untuk memacu selesainya perda tersebut.
“Walaupun ini dikerjakan secara kolektif namun saya merasa bro Melky adalah bagian ujung tombak,” tegasnya.
Allan pula sempat menyentil keterlibatan mantan Ketua Badan Pembentukan Daerah (Bapemperda) DPRD Sulut almarhum Winsulangi Salindeho yang juga Ketua Panitia Khusus (Pansus) Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas pertama sebelum digantikan MJP. Beliau dinilainya punya kesepahaman dengan MJP terkait penuntasan perda tersebut. Ia menyayangkan akan kepergian almarhum Winsulangi.
“Perjuangan perda ini makan korban. Siapa korbannya? Bu Winsu (Winsulangi, red). Makanya kita bilang Bu Winsu adalah pahlawan penyandang disabilitas. Sementara Melky (MJP, red) adalah tokoh perjuangan penyandang disabilitas,” ungkapnya.
Harapannya ke depan, dengan adanya perda tersebut maka bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah. Aplikasi di lapangan harus benar-benar jalan dengan menerapkan isi perda tersebut.
“Jadi harapannya ke depan, impian teman-teman disabilitas, ini bukan asal perda tapi harus ditindaklanjuti apa yang dituang dalam pasal demi pasal. Perda nomor 8 tahun 2021 harus diejawantahkan semua pihak. Dan puji Tuhan Kota Bitung sudah merespon ini dengan mulai menyusun Perwako (Peraturan Walikota) tentang turunan dari perda ini,” katanya.
Diketahui, dalam kesempatan sebagai pembicara dirinya sempat memberikan motivasi kepada masyarakat yang merupakan peserta sosper. Disampaikannya, bila ada keluarga yang disabilitas diharapkannya untuk tidak hanya dikurung. Harus didorong dan diberikan kesempatan kepada mereka untuk bisa berkarya.
Allan Umboh, penyandang Disabilitas saat memberikan sambutan dalam kegiatan SosPer MJP
Di tempat yang sama, Anggota DPRD Sulut, Melky Jakhin Pangemanan, saat diwawancarai menjelaskan, awal mula perda disabilitas ini dibicarakan saat Allan Umboh bersama rekan-rekan disabilitas datang bertemu dengannya di bulan Desember 2019. Ada sekitar 3 kali mereka melakukan pertemuan dan membahas terkait perda tersebut.
“Mulai saat itu saya fokus mengejar hal ini. Apalagi ketika saat saya masuk menjadi Anggota Bapemperda dan dipilih sebagai Wakil Ketua, saya mencoba memasukkan usulan perda ini. Kemudian coba dikomunikasikan sampai masuk Propemperda (Program Pembentukan Peraturan Daerah) DPRD Sulut. Dan puji Tuhan, DPRD Sulut menyetujuinya menjadi ranperda (rancangan peraturan daerah),” ungkap MJP yang juga Wakil Ketua Bapemperda DPRD Sulut.
Ketika ini diusulkan menjadi ranperda dirinya bersama Winsulangi sangat fokus membahas dan berkoordinasi di kementerian terkait sehingga ranperda ini ditetapkan menjadi perda.
“Jadi Perda ini kedepannya jangan hanya tertulis tapi harus aplikatif,” tegas Aleg Dapil Minut-Bitung itu.
Pemerintah dimintanya untuk wajib memenuhi hak mereka para penyandang disabilitas tapi juga memberdayakan mereka karena mereka akan membawa dampak besar untuk daerah.
“Jadi Perda ini adalah hadiah atau ole-ole bagi penyandang disabilitas di Sulut karena ditetapkan di hari penyandang disabilitas sedunia (3 Desember, red). Bro Allan Umboh dan rekan-rekannya berdoa selalu untuk kehadiran perda ini,” urai Ketua DPW PSI Sulut. (**/Oby)
Keberpihakan pemerintah maupun DPRD bagi kaum penyandang Disabilitas akhirnya dijawab dengan menerbitkan peraturan daerah (perda) nomor 8 tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas.
Namun dibalik keberhasilan itu, ada jalan panjang dan perjuangan sehingga produk hukum daerah tersebut diterima dan ditetapkan.
Jalan panjang itupun dikisahkan Allan Umboh bersama rekan-rekannya penyandang Disabilitas.
Allan yang adalah aktifis, praktisi sekaligus bagian dari para penyandang disabilitas menjelaskan bagaimana proses yang tak mudah sehingga lahirnya perda tersebut.
Perda disabilitas yang kini sedang gencar disosialisasikan para Anggota DPRD Sulut itu, baru berhasil dimasukkan pada periode anggota dewan masa kepemimpinan Ketua DPRD Sulut, Fransiscus Andi Silangen dan ditetapkan di akhir tahun 2021.
“Saya sebagai penyandang disabilitas bersyukur karena di penghujung akhir tahun 2021 apa yang menjadi mimpi dari rekan-rekan disabilitas di Sulut telah terpenuhi dengan lahirnya perda nomor 8 tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas,” ungkap Allan saat diwawancarai usai menjadi pembicara dalam sosialisasi perda Sulut Nomor 8 Tahun 2021, Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas dan Perda Sulut Nomor 9 Tahun 2021, Tentang Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin, Rabu (26/1), yang digelar Anggota DPRD Sulut Melky Jakhin Pangemanan (MJP), di Desa Treman, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara (Minut).
Menurut Allan, di periode anggota dewan sebelumnya, rekan-rekannya beberapa kali datang ke DPRD Sulut untuk membicarakan terkait perda ini namun tidak pernah kesampaian.
Dirinya bersyukur pertama kali membicarakan perda ini dengan MJP, sangat direspon positif. MJP kemudian mengawal usulan tersebut supaya bisa diketuk menjadi perda.
“Perjuangan ini cukup panjang, pernah teman-teman yang pernah menyuarakan perda ini tapi mungkin belum direspon para anggota dewan waktu itu. Puji Tuhan di awal-awal bro Melky jadi anggota dewan teman-teman disabilitas meminta tolong kepada saya mempertemukan dengan bro Melky. Dan puji Tuhan impian dari teman-teman direspon secara serius oleh bro Melky,” urai Allan.
Perda ini baginya begitu istimewa. Hal itu karena selesai dengan sangat cepat. Padahal banyak perda yang lain juga sedang digodok di DPRD Sulut.
“Saya salut perda ini dibahas dalam jangka waktu satu tahun. Ada perda-perda yang lain termasuk perda pendidikan yang sudah dibahas tiga tahun lalu sampai saat ini belum selesai. Ini menunjukkan keseriusan dari anggota dewan kita (membahas perda disabilitas, red),” ujarnya.
Diungkapkan Allan, dalam proses penyelesaian perda tersebut, MJP adalah tokoh yang menjadi ujung tombak. Melky disebutnya merupakan anggota dewan yang ngotot untuk memacu selesainya perda tersebut.
“Walaupun ini dikerjakan secara kolektif namun saya merasa bro Melky adalah bagian ujung tombak,” tegasnya.
Allan pula sempat menyentil keterlibatan mantan Ketua Badan Pembentukan Daerah (Bapemperda) DPRD Sulut almarhum Winsulangi Salindeho yang juga Ketua Panitia Khusus (Pansus) Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas pertama sebelum digantikan MJP. Beliau dinilainya punya kesepahaman dengan MJP terkait penuntasan perda tersebut. Ia menyayangkan akan kepergian almarhum Winsulangi.
“Perjuangan perda ini makan korban. Siapa korbannya? Bu Winsu (Winsulangi, red). Makanya kita bilang Bu Winsu adalah pahlawan penyandang disabilitas. Sementara Melky (MJP, red) adalah tokoh perjuangan penyandang disabilitas,” ungkapnya.
Harapannya ke depan, dengan adanya perda tersebut maka bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah. Aplikasi di lapangan harus benar-benar jalan dengan menerapkan isi perda tersebut.
“Jadi harapannya ke depan, impian teman-teman disabilitas, ini bukan asal perda tapi harus ditindaklanjuti apa yang dituang dalam pasal demi pasal. Perda nomor 8 tahun 2021 harus diejawantahkan semua pihak. Dan puji Tuhan Kota Bitung sudah merespon ini dengan mulai menyusun Perwako (Peraturan Walikota) tentang turunan dari perda ini,” katanya.
Diketahui, dalam kesempatan sebagai pembicara dirinya sempat memberikan motivasi kepada masyarakat yang merupakan peserta sosper. Disampaikannya, bila ada keluarga yang disabilitas diharapkannya untuk tidak hanya dikurung. Harus didorong dan diberikan kesempatan kepada mereka untuk bisa berkarya.
Allan Umboh, penyandang Disabilitas saat memberikan sambutan dalam kegiatan SosPer MJP
Di tempat yang sama, Anggota DPRD Sulut, Melky Jakhin Pangemanan, saat diwawancarai menjelaskan, awal mula perda disabilitas ini dibicarakan saat Allan Umboh bersama rekan-rekan disabilitas datang bertemu dengannya di bulan Desember 2019. Ada sekitar 3 kali mereka melakukan pertemuan dan membahas terkait perda tersebut.
“Mulai saat itu saya fokus mengejar hal ini. Apalagi ketika saat saya masuk menjadi Anggota Bapemperda dan dipilih sebagai Wakil Ketua, saya mencoba memasukkan usulan perda ini. Kemudian coba dikomunikasikan sampai masuk Propemperda (Program Pembentukan Peraturan Daerah) DPRD Sulut. Dan puji Tuhan, DPRD Sulut menyetujuinya menjadi ranperda (rancangan peraturan daerah),” ungkap MJP yang juga Wakil Ketua Bapemperda DPRD Sulut.
Ketika ini diusulkan menjadi ranperda dirinya bersama Winsulangi sangat fokus membahas dan berkoordinasi di kementerian terkait sehingga ranperda ini ditetapkan menjadi perda.
“Jadi Perda ini kedepannya jangan hanya tertulis tapi harus aplikatif,” tegas Aleg Dapil Minut-Bitung itu.
Pemerintah dimintanya untuk wajib memenuhi hak mereka para penyandang disabilitas tapi juga memberdayakan mereka karena mereka akan membawa dampak besar untuk daerah.
“Jadi Perda ini adalah hadiah atau ole-ole bagi penyandang disabilitas di Sulut karena ditetapkan di hari penyandang disabilitas sedunia (3 Desember, red). Bro Allan Umboh dan rekan-rekannya berdoa selalu untuk kehadiran perda ini,” urai Ketua DPW PSI Sulut. (**/Oby)
COMMENTS