Manado-Longsornya jalan yang menghubungkan Likupang Minahasa Utara (Minut) dengan Girian Kota Bitung menyita perhatian sejumlah pihak.
Seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulut yang kini mengeluarkan catatan resmi dan tertulis, tentang temuan di lokasi tanah longsor yang mengakibatkan jalan tersebut ambruk.
Seperti dalam press reales ada beberapa poin temuan Walhi Sulut di lapangan, yang dirangkum sebagai berikut:
Pertama, berdasarakan dokumen-dokumen foto lama dan terbaru dilapangan Walhi Sulut melihat bahwa lokasi titik longsor sangat dekat dengan lubang tambang milik PT MSM.
Kedua, lokasi titik longsor terdapat satu sungai dan memiliki volume air yang cukup deras.
Ketiga, Walhi Sulut mendapati ada jembatan penghubung antara Girian dan Likupang dengan nama jembatan Pinasungkulan beserta nomor jembatannya yaitu 50 054 008 0 yang dikerjakan oleh Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga yang ikut terkena longsor.
Keempat, Aktivitas pertambangan PT MSM di Pit Araren telah merubah bentangan alam sungai Kayuwale yang sengaja dibelokkan oleh pihak perusahaan dan mengikis tanah sekitar highwall (tembok tinggi) di Pit Tambang PT MSM.
Kelima, Estimasi pengaruh vibrasi blasting pada kestabilan highwall tidak dikaji dengan benar dan tidak dilakukan penelitian setiap harinya oleh pihak perusahaan, baik sebelum melakukan dan setelah melakukan blasting (peledakan).
Gerakan yang dihasilkan oleh aktivitas blasting merupakan getaran tanah (ground vibration) berupa gelombang yang pada batas tertentu dapat menyebabkan kerusakan pada struktur highwall.
Sehingga terjadi pemindahan massa batuan dan sangat besar kemungkinan terjadi longsor karena lokasi titik longsor sangat dekat dengan lubang tambang.
Kemudian, estimasi pengaruh getaran yang dilakukan pihak PT MSM tidak memikirkan beberapa analisis vibrasi, yaitu nilai kestabilan highwall (nilai Factor of Safety) dan nilai displacement yang dihasilkan akibat aktivitas blasting.
Sehingga mengakibatkan labilnya tanah di areal lokasi Pit Tambang PT MSM.
Selanjutnya, Walhi Sulut menilai bahwa longsor yang terjadi di sekitaran lubang tambang PT MSM harus menjadi tanggungjawab penuh dari pihak PT MSM.
Karena ada aturan hukum yang dilanggar terkait kejadian longsor yang terjadi di ruas jalan Nasional Girian-Likupang, selain akses masyarakat terganggu tetapi juga terjadi kerugian ekonomi masyarakat di sana.
Negara juga dalam hal ini mengalami kerugian besar akibat longsornya jalan penghubung kedua Kabupaten Kota tersebut.
Dinas PU jangan tidur untuk menghitung kerugian negara tersebut, juga Dinas Lingkungan Hidup harus bekerja dengan benar terkait masalah-masalah serius ini.
Karena ini jelas mengarah pada Pidana Lingkungan.
Pemerintah dan aparat penegak hukum jangan tebang pilih mengusut masalah, ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan ada ancaman nyawa di sana.
Penegakan hukum lingkungan tidak hanya ditujukan untuk memberikan hukuman kepada perusak atau pencemar lingkungan hidup.
Tetapi, juga ditujukan untuk mencegah terjadinya perbuatan atau tindakan yang dapat menimbulkan perusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup.
Oleh karena itu, penegakan hukum lingkungan tidak hanya bersifat represif, tetapi juga bersifat preventif.
Penegakan hukum lingkungan yang bersifat represif ditujukan untuk menanggulangi perusakan dan atau pencemaran lingkungan dengan menjatuhkan atau memberikan sanksi (hukuman) kepada perusak atau pencemar lingkungan.
Dapat berupa sanksi pidana (penjara dan denda), sanksi perdata (ganti kerugian dan atau tindakan tertentu), dan atau sanksi administrasi (paksaan pemerintahan, uang paksa, dan pencabutan izin).
Sedangkan penegakan hukum lingkungan yang bersifat preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya perbuatan atau tindakan yang dapat menimbulkan perusakan atau pencemaran lingkungan.
Walhi Sulut menyebut saat ini, instrumen hukum yang ditujukan untuk penegakan hukum lingkungan yang bersifat preventif tidak dilakukan oleh pihak PT MSM.
Lantas apa tanggapan PT MSM?
Melalui Deputy Manager External Relation PT MSM/PT TTN Herry 'Inyo' Rumodor memberikan beberapa tanggapan, yakni:
-Kami menghormati setiap pendapat LSM seperti Walhi, sebagai bagian stakeholders kita dalam mengontrol keberlangsungan Lingkungan Hidup.
-Namun begitu, kami berharap pihak Walhi memerhatikan kondisi cuaca saat itu, seperti tingginya curah hujan.
-Curah hujan sebelum dan pada saat kejadian ada pada kisaran angka 141 mm. Hal ini tergolong ekstrim.
-Tidak ada jembatan yang hancur sebagai akibat terjadinya bencana longsor di area Kayuwale, kelurahan Pinasungkulan.
-Pelaksanaan Blasting (peledakan) oleh PT MSM/PT TTN, dilakukan secara terukur, dengan mengacu pada standar ambang batas getaran, yakni dibawah 5 mm/detik.
-Keretakan jalan sudah ada sekitar seminggu sebelum kejadian, dan dilakukan beberapa kali penimbunan oleh Balai Jalan dan PT MSM. Hujan yang terus menerus juga, menghambat rencana lanjutan perbaikan jalan.
-Kesaksian masyarakat, termasuk Lurah Pinasungkulan, Camat Ranowulu yang ada di lapangan, bahwa jalan amblas dan longsor, terjadi terlebih dahulu. Longsor di dinding tambang baru terjadi pada pagi hari.(ifa)
COMMENTS