Manado-Pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Utara (Sulut) yang melaju signifikan melampaui nasional, turut ditopang oleh gairah investasi yang terjaga.
Itulah sebabnya, ekonomi menjadi panglima dari segala ilmu. Sehingga status ini diharapkan menjadi pendorong dan kebanggaan bagi mahasiwa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) untuk ikut berkontribusi bagi kelangsungan daerah.l
Peran lulusan Unsrat, khususnya untuk jabatan strategis yang ada di Pemprov Sulut, sebanyak 70 persen, saat ini, didominasi oleh lulusan Unsrat.
“Birokrat di Pemprov Sulut hampir 70 persen adalah lulusan Unsrat. Saya menyatakan salut untuk Unsrat,” ungkap Wakil Gubernur Sulut, Steven OE Kandouw saat tampil sebagai pembicara dengan materi ‘Dukungan Pemerintah Daerah Meningkatkan Investasi dan Perdagangan Sulawesi Utara, di aula FEB Unsrat, Selasa (19/03/2024).
Lagi katanya, pertumbuhan ekonomi tidak bisa disangkal ikut dipengaruhi oleh variable dependent dan independent, yakni belanja pemerintah, ekspor, dan investasi.
“Bicara government expenditure atau belanja pemerintah, dalam hal ini Pemprov Sulut, Kementerian dan Lembaga pemerintah tidak lebih dari Rp20 triliun. Sangat jauh jika dibandingkan dengan DKI Jakarta yang APBD nya mencapai Rp 80 triliun dan PAD Rp50 triliun,” ungkapnya.
Disebutkan Wagub Steven Kandouw, meski sudah digabung semua berbagai pendapatan di Provinsi Sulut, capaiannya tidak lebih dari Rp25 triliun.
“Kita ini meski sudah digabung semua, capaiannya tidak lebih dari Rp25 triliun. Itu pun terbagi dengan belanja langsung dan tidak langsung, seprti bikin jalan rumah sakit, puskesmas. Idealnya dalam rezim pemerintah hanya 30-40 persen adalah belanja tidak langsung,” jelasnya.
Dari sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Provinsi Sulut ini, masuk kategori penghasilan rendah, belanja tidak langsung 60 persen. “Karena PAD kecil, sehingga government expenditure harus direncanakan betul-betul agar daya ungkit berdampak. Demikian juga dengan reformasi good and clean supaya tidak dikorupsi dan dipakai untuk hal-hal yang tidak baik,” urai Kandouw menyampaikan fragmentasi government expenditure.
Kalau Sulut saat ini mengalami berbagai terobosan dengan pendapatan yang minim, menurut Kandouw tak lepas dari kegigihan dan lobi Gubernur Sulut Olly Dondokambey.
“Contohnya saja untuk jalan tol yang idenya sudah direncanakan sejak lama, namun baru direalisasikan oleh Pak Gubernur Olly. Yang kemudian diikuti dengan pembangunan
ring road 3, bandar udara Bolmong, bendungan Lolak dan Kuwil,” tukasnya.
Progress investasi yang didukung oleh ekpsor Sulut, urai Kandouw semakin terbuka oleh Direct Call Ekspor investasi.
“Sulut tidak punya investasi yang besar seperti Morowali dengan nikel yang mencapai triliunan. Di sini bagaimana kita dorong pelaku ekonomi di Sulut, yang penduduknya hanya 2,6 juta untuk memanfaatkan peluang investasi,” jelasnya.
Tak dapat dipungkiri dalam realisasi investasi, pelaku ekonomi diperhadapkan dengan berbagai kendala dalam peningkatan investasi. Namun, ekpsor Sulut pada 2023, tertinggi di Indonesia.
“Realisasi investasi di Sulut, ternyata paling tinggi di Indonesia dengan capaian Rp10,7 triliun. Bisa begini karena environment dan government dan community environment,” tukasnya sembari menambahkan bahwa dengan berbagai terobosan, meski sempat terkendala dengan pengurusan regulasi. Namun pembangunan terus dipacu. Bahkan saat ini telah dipermudah dengan Online Single Submission (OSS).
“Pemerintah punya pemikiran lebih cepat lebih bagus. Tetapi society masyarakat juga penting. Masyarakat harus punya pemikiran serta ditopang kondusifas daerah, makanya ini harus dijaga supaya Sulut tetap seperti ini. Tidak ada konflik horisontal, hal ini sangat membantu investasi,” kata Kandouw.
Potret investasi, disebutkan Kandouw, tidak saja ditopang oleh Manado saja tetapi ada 5 kabupaten/kota, dengan investasi melejit yakni Manado, Minahasa Utara, Kotamobagu, Bolaang Mongondow Utara dan Bolaang Mongondow.
“Pertumbuhan ekonomi wujudnya adalah ekspor, kita ini ada di pintu gerbang pasifik, yang paling dekat di Indonesia titiknya adalah Sulut. Sehingga menjadi heran kalau tidak bisa membangun ekspor. Dan setelah ditelusuri kendalanya adalah infrastruktur dan regulasiregulasi,” tandasnya.
“Semenjak lobi Pak Gubernur Olly, dengan infrastruktur yang jadi yakni, terminal peti kemas, tol ditambah breakthrough regulasi kita, ekspor Sulut aksesnya semakin terbuka,” ujarnya kembali.
Kondisi ini, ungkap Kandouw berhasil mengurangi cost ekspor yang sebelumnya melewati rute berputar Bitung Makassar menuju Cina, Jepang sebagian dibawa ke Surabaya, Jakarta ke Eropa lewat Singapura dan seterusnya.
“Bayangkan overhead costnya dari banyak simpul-simpul regulasi. Bersyukur sekarang Sulut sudah ada Kanwil Bea Cukai yang mempermudah ekspor dan impor,” ucapnya.
Saat ini akses dan konektivitas penerbangan juga telah terbuka ditambah dengan penerbangan langsung, yang membuka peluang pertanian dan kelautan Sulut. Di mana sektor ini adalah yang paling bertahan.
Pada kesempatan ini, hadir juga Erwin Situmorang, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Sulawesi Bagian Utara.
Ia menyampaikan Fasilitas Kepabeanan hingga pembatasan bawaan barang luar negeri, yang dilakukan untuk memproteksi industri dalam negeri.
“Kalau membawa barang dari luar negeri, diperiksa. Harus benar-benar untuk proteksi produk dalam negeri, nanti industri kita akan mati. Kalau untuk industri, pemerintah memberikan fasilitas fiskal. Dibebaskan pajaknya. Nantinya akan reduce cost nya,” katanya.
Hadir pada seminar FEB Unsrat, Rektor Unsrat Prof. Dr. Ir. Oktovian Berty Alexander Sompie M.Eng. IPU. ASEAN Eng, Dekan FEB Unsrat Dr Ivonne Saerang SE MM, IWIP Morowali yang juga membeber nilai investasi dengan capaian Rp30 Miliar USD atau Rp450 triliun di satu kawasan saja.(*/ifa)
COMMENTS