Manado-Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam hal ini Dinas Perkebunan Daerah (Disbunda) Sulut, menggelar pertemuan guna membahas, mendengarkan masukan hingga mencarikan solusi dan inovasi menghadapi perkembangan tanaman cengkeh di Manado, Selasa (15/10).
Kegiatan ini bagian Koordinasi dan Sosialisasi Penyusunan Masterplan Komoditas Cengkeh
2019, yang dibuka Wakil Gubernur Sulut, Steven O.E Kandouw diwakili Asisten II Setdaprov Sulut, Rudi Mokoginta dan diikuti para Kepala/perwakilan Disbun Kabupaten Kota se-Sulut.
Mokoginta berharap pertemuan ini dapat menghasilkan solusi yang bisa meningkatkan penghasilan cengkeh di Sulut dengan mutu kualitas yang baik dan berdaya saing.
"Nantinya tanggal 28 hingga 31 Oktober akan berdatangan 40 eksportir/pedagang besar asal Davao Philipina. Artinya apa? Agar ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengambil peran dalam perdagangan sesuai dengan pangalaman lalu Kapal Rhorho Philipina, meminta barang (dagang) dari Sulut namun belum terpenuhi sepenuhnya. Nah sekarang ini diharapkan mengambil peran dari pedagang besar Davao ini," terang Mokoginta.
Sementara itu oleh Kepala Disbunda Sulut, Refly Ngantung mengungkapkan bahwa pelaksanaan kegiatan dimaksud sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) RI Nomor 18 yang mengamatkan tentang pengembangan kawasan berbasis korporasi. Apakah itu kawasan komoditi cengkeh, pala, kelapa dan sebagainya harus berada dalam satu kawasan.
"Ini nanti dari sisi kebutuhan ekspor dapat menjamin satu kawasan itu akan ketersediaan produk, agar supaya dari sisi kualitas, kuantitas dan kontinuenitas terjamin dengan baik. Kedua, selain kawasan itu diblok kami juga mengkorporasikan petani yang berada di kawasan itu ada kerjasama yang baik," jelas Refly dengan menambahkan kerjasama itu ditingkatan desa antar kelompok tani (Koptan) atau gabungan koptan tingkat kecamatan juga dalam satu kawasan kabupaten itu dikorporasikan agar akses pasar, modal, teknologi dan sarana produksi bisa diantisipasi berapa kebutuhannya masing-masing.
"Kalau kawasan itu sudah ada, antara conrohnya industri yang bergerak dibidang perkebunan akan menjamin ketersedian produk. Seandainya itu akan diekspor maka kita menghitung perkirakan kesinambungan ekspor itu akan berlanjut, tapi kalau tidak dalam satu kawasan atau tidak terkoporasikan akan sulit karena 97 persen itu adalah perkebunan rakyat dan 3 persen perkebunan swasta itu artinya kecil, 97 persen dari 408.000 hektar berarti sekitar 400.000 hektar adalah perkebunan rakyat yang kepemilikannya rata-rata 0,25 sampai 2 hektar dari jumlah penduduk," terangnya.
Oleh karena itu pentingnya memberikan penguatan kepada para koptan agar bersatu sehingga pengendaliannya ada pada petani bukan pada pedagang karena dengan adanya korporasi petani tersebut.
"Terkait pertemuan ini juga, dulu kita pernah jaya akan rempah-rempah, kemudian melemah. Nah pada kegiatan sekarang ini kita menyusun masterplan dan provinsi wajib menyusun masterplan khusus untuk kawasan berbasis koorporasi agar sampai 5 tahun kedepan kita sudah bisa membuat satu rancangan tersistimatik dan betul-betul mengakomodir persoalan dilapangan dan mensolusikan persoalan tersebut ini. Adapun tantangan kita hanya bagaimana mengkorporasikan para petani tersebut, dan upaya-upaya ini sabagaimana komitmen dari bapak Gubernur Olly Dondokambey dan Wakil Gubernur Sulut, Steven Kandouw (OD-SK) dalam terus menggenjot kebutuhan rakyat khususnya bagi sektor peningkatan rempah," tandasnya.(ifa)
COMMENTS