BANYAKNYA dana Pemerintah Daerah (Pemda) yang "parkir" di Bank menjadi perhatian serius Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tercatat per Maret 2022 terjadi lonjakan dana Pemda di Bank yang mencapai Rp 202,35 triliun. Hal tersebut terungkap pada acara Regio Hub, yang dilaksanakan CNBX TV Indonesia,, Kamis (28/04/2022).
Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni menyebutkan bahwa dana Pemda yang ada di Bank itu, adalah dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Bukan semata-mata dismpan untuk mendapatkan keuntungan. Kalau dana tersebut belum digunakan, posisinya ada di Bank. Bertambahnya dana di Bank bisa disebabkan bertambahnya pendapatan daerah. "Peningkatan dana yang ada di Bank juga karena peningkatan pendapatan. Dengan pemasukan yang bertambah tentu akan meningkat juga jumlahnya (dana di Bank), " terang Fatoni
Meski demikian, Mantan Penjabat Gubernur Sulut ini mengingatkan, bahwa ada sanksi jika penyerapan APBD terlambat.
"Dalam mekanisme pemerintahan tentu ada sanksi, tetapi juga ada pembinaan.
Kita berikan pembinaan dulu, setelah itu diberikan sanksi, diantaranya penundaan dana perimbangan," kata Fatoni.
Dijelaskannya bahwa serapan anggaran dilihat dari dua sisi yaitu pendapatan dan belanja. Banyak penyebab sehingga serapannya berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Menurutnya, keterlambatan serapan anggaran bisa disebabkan keterlambatan dana transfer dari pusat. Termasuk petunjuk teknisnya. "Kalau petunjuk dari pusat segera (turun), (kegiatan cepat) dilaksanakan, maka cepat terserap, " jelasnya.
Permasalahan yang lain adalah persoalan SDM. Terkait dengan pemahaman regulasi tentang pengelolaan keuangan sangat penting. Oleh karena itu, mutasi jabatan harus sesuai kompetensi, artinya orang-orang yang ditempatkan di keuangan memiliki kemampuan. Fatoni menguraikan, lambatnya realisasi APBD,
"Bisa disebabkan karena terlambat lelang bahkan ada yang ditunda lelang hingga akhir tahun. Ada juga penyebabnya penunjukkan pejabat pengelola keuangan yang setiap tahun harus diajukan. Faktor teknis juga penyebabnya, ada juga dari sisa dana penghematan yang tidak terpakai, dana bagi hasil terlambat ditransfer dari provinsi ke kabupaten/kota, kekhawatiran pengelola keuangan untuk menyetujui penggunaan anggaran seperti di pandemi covid lalu, penetapan juknis Dana Alokasi Khusus termasuk keterlambatan pembuatan laporan pertanggungjawaban, "jelas Fatoni.
Stigma terkait menghabiskan anggaran di akhir tahun, tambah Fatoni, biasanya dikarenakan oleh pihak ke tiga yang mengajukan pembayarannya diakhir tahun. Padahal pihak ke tiga bisa mengajukan anggaran nya per termin, sehinnga tidak perlu menunggu di akhir tahun.
"Langkah yang diambil kemendagri yaitu dengan melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait. Misalnya dengan LKPP, sehingga menghasilkan langkah percepatan seperti mengeluarkan Surat Edaran percepatan lelang, ada e-katalog, ada toko daring untuk percepatan pengadaan barang dan jasa. Fatoni menegaskan, "selain iitu, kami mengawal melakukan analisa, evaluasi, supervisi dan juga pendampingan bersama kementerian keuangan bagi daerah yang rendah serapan nya," tutupnya.(hubmas Kemendagri/*)
COMMENTS