Manado- Tahapan Kampanye dalam rangka pemilihan umum oleh Komisi Pemilih telah berakhir pada Sabtu 10 Februari 2024 dan terhitung mulai Minggu 11-13 Februari ditetapkan sebagai masa tenang sebelum masuk pada pemungutan dan penghitungan suara pada Rabu 14 Februari 2024.
Berkaitan dengan dengan penetapan masa tenang selama tiga hari ini, Bawaslu Propinsi Sulut berharap adanya partisipasi aktif dari masyarakat dalam mengawasi masa tenang,
“Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam menjalankan tugas pengawasan dari pengawas Pemilu. Dimana masyarakat dapat mengambil peran dengan melakukan pengawasan partisipatif atas seluruh tahapan, ” ujar Ketua Bawaslu Sulut, Ardiles Mewoh, saat rakor, pengawasan, Minggu (11/02) di Aryaduta Hotel
Menurut Ardiles, Pemilu di Indonesia cakupannya sangat luas lantaran melibatkan banyak masyarakat yang sudah memiliki hak pilih. Selain itu proses pemungutan suara dilaksanakan dalam satu hari.
Maka dari itu, Ardiles Mewoh menekankan jika peran masyarakat dalam melakukan pengawasan secara partisipatif atas setiap tahapan sangat dibutuhkan Bawaslu.
“Semakin banyak masyarakat yang terlibat akan lebih baik, karena partisipasi bukan hanya datang ke TPS untuk memilih, melainkan pula dengan melakukan pengawasan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Sekretariat Bawaslu Propinsi Sulut, Aldrin Chriatian pada wartawan menyampaikan, keterlibatan masyarakat dalam pengawasan partisipatif dengan cara, berperan aktif dalam upaya pencegahan dengan menyebarluaskan “flyer” Bawaslu terkait masa tenang (Dapat dilihat di laman resmi Media Sosial Bawaslu) kepada publik, baik secara langsung dengan tatap muka dan atau mengunggah flyer terserbut sebagai informasi di media sosial pribadi dan atau media sosial lembaga/organisasi/instansi masing-masing.
Menurut Aldrin, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum dengan perubahannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 1 ayat 36 , masa tenang adalah masa yang tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas Kampanye Pemilu.
“Dalam Pasal 278 ayat 2. Selama masa tenang, pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya. memilih pasangan calon. Memilih partai politik peserta Pemilu tertentu. Memilih calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota tertentu; dan/atau memilih calon anggota DPD tertentu, ” terang Aldrin.
Kepala sekretariat Bawaslu termuda se-Indonesia ini mengungkapkan, larangan pada masa tenang jelas diatur dalam Pasal 287 ayat 5 menyebutkan, media massa cetak, media daring, media sosial, dan lembaga penyiaran, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama masa tenang dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu atau bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan kampanye Pemilu yang menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu.
“Pasal 449 ayat 2 menyebutkan, pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu sebagaimana ayat (1) dilarang dilakukan pada masa tenang, ” kata Aldrin.
Nantinya lanjut Aldrin, ada sanksi bagi pelanggar. Yakni, pasal 492 “setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye Pemilu diluar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota untuk setiap Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Pasal 509 setiap orang yang mengumumkan hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu dalam Masa Tenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 449 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Pasal 523 ayat 2, setiap pelaksana, peserta, dan atau tim kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp48 juta.
“Kami harapkan masyarakat berperan aktif dalam pengawasan partisipatif, cermati aturan dan laporkan kepada jajaran pengawas Pemilu terdekat apabila menemukan aktivitas yang melanggar pada tahapan masa tenang sebagaimana aturan yang berlaku. Demikian disampaikan, dengan harapan proses pemilu 2024 berjalan sebagaimana aturan yang berlaku, ” pungkasnya.
(**_Oby)
COMMENTS